FAEDAH-FAEDAH
FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM
Hadits Ketiga Puluh Empat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
-: أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ «إذَا
جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ»
، وَفِي لَفْظٍ »وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ«
Dalam suatu riwayat: “Walaupun tidak keluar air mani.”[HR.
Muslim]
Faedah yang terdapat dalam
hadits:
1. Maksud dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila seseorang
duduk di antara empat anggota badannya” yaitu kedua paha atau kaki dan kedua
tangan wanita. Makna ini dipilih oleh Ibnu Daqiqil ‘Ied. Yang diinginkan dari
ibarat ini adalah bersetubuh.
2. Wajib bagi seseorang yang telah bersetubuh untuk mandi.
Masalah:
Apakah
sekedar masuknya kepala kemaluan laki-laki kedalam kemaluan wanita mewajibkan
mandi?
·
Pendapat seluruh ulama
dalam hal ini wajib mandi janabah, meskipun tidak sampai keluar air mani. Tidak
ada yang menyelesihi kesepakatan ini kecuali Dawud Azh Zhahiri.
·
Berkata Al Imam An
Nawawi_rahimahullah: “Kapan kepala kemaluan masuk kedalam kemaluan wanita maka
wajib mandi, baik laki-lakinya maupun wanitanya. Ini merupakan hal yang telah
disepakati pada hari ini. Dahulu memang terjadi perbedaan pendapat pada
sebagian shahabat dan setelah mereka, namun kemudian terjadilah Ijma’
sebagaimana yang telah kami sebutkan.”
CATATAN:
Berkata
Jumhur ulama: “Barangsiapa sekedar memasukan kepala kemaluannya kedalam
kemaluan wanita maka wajib baginya mandi, baik dia sengaja maupun dipaksa, baik
sadar, mabuk, maupun dalam keadaan tidur, dengan keumuman dalil yang ada.”
Masalah:
Apabila
kepala kemaluannya terbungkus dengan kain, apakah tetap wajib mandi?
Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi tiga pendapat.
a. Pendapat pertama: Wajib bagi dia mandi secara mutlak.
b. Pendapat kedua: Tidak wajib mandi.
c. Pendapat ketiga: Diperinci, jika kainnya tebal sehingga dengan
hal tersebut tidak bisa merasakan kenikmatan maka tidak wajib mandi, adapun jika
kainnya tipis maka wajib mandi.
Pendapat
yang kuat dan terpilih adalah wajib mandi secara mutlak, dengan dalil keumuman
hadits. Ini adalah pendapat yang dipilih Syaikhuna Abdurahman Al
‘Adeni_hafizhahullah.
3. Hadits ini merupakan hadits yang memansukhkan (mengahapus) hukum
yang ada pada hadits Abu Sa’id Al Khudri_radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ
الْمَاءِ»
“Air
(mandi wajib) itu disebabkan karena (keluarnya) air mani’.” [HR. Al Bukhari -
Muslim]
Dan juga
diantara hadits yang menghapus hukum yang ada pada hadits Abu Sa’id Al
Khudri_radhiyallahu ‘anhu, adalah hadits ‘Aisyah_radhiyallahu ‘anha, ia
berkata:
إِنَّ
رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ
يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ؟ وَعَائِشَةُ
جَالِسَةٌ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنِّي
لَأَفْعَلُ ذَلِكَ، أَنَا وَهَذِهِ، ثُمَّ نَغْتَسِلُ«
“Seorang
laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang
seorang laki-laki yang menyenggamai istrinya kemudian dia tidak keluar air
mani, apakah keduanya wajib mandi, sedangkan Aisyah sedang duduk di samping,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Aku sendiri melakukan
hal tersebut dengannya (‘Aisyah), kemudian kami mandi.” [HR. Muslim]
Masalah:
Apakah
hukum ini mencakup bagi laki-laki yang mendatangi istrinya lewat duburnya?
Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, namun pendapat yang terpilih adalah
wajib mandi. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah_rahimahullah
dan juga Syaikhuna Abdurahman Al ‘Adeni_hafizhahullah.
Masalah: Apabila yang berjimak anak kecil.
·
Pendapat yang terpilih
adalah wajib bagi wali atau orang tua anak tersebut memerintahkannya untuk
mandi, meskipun belum baligh. Karena mandi disini kedudukannya seperti wudhu
untuk shalat.
·
Berkata Ibnu
Qudamah_rahimahullah: “Bukanlah berarti wajib mandi bagi anak kecil disini
berdosa jika meninggalkannya, akan tetapi maknanya bahwa hal tersebut merupakan
syarat sahnya shalatnya.”
4. Hal-hal yang mewajibkan seseorang mandi janabah;
a. Keluarnya air mani, baik karena ihtilam (mimpi basah) maupun
syahwat, dengan dalil hadits Umu Salamah yang telah lewat.
b. Jimak, meskipun tidak sampai mengeluarkan mani, dengan dalil
hadits Abu Hurairah.
c. Berhentinya darah haid atau nifas, dengan dalil firman Allah
Ta’ala:
}فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى
يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ{
“Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci
(mandi), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu.” [QS. Al Baqarah: 222]
Dan juga
hadits Fathimah bintu Hubaisy_radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepadanya:
»فَإِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلَاةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ
فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّي«
“Apabila
kamu didatangi haid hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haid
berhenti dari keluar, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat.”
[Muttaqun
'alaihi]
Wallahul muwaffiq ilash shawab
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_18
Rajab 1435/ 17 Mei 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah]
FORUM KIS