FAEDAH-FAEDAH FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (Hadits Keempat Puluh Enam)



عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رضي الله عنهما قَالَ : «كَانَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الظُّهْرَ بِالْهَاجِرَةِ , وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إذَا وَجَبَتْ , وَالْعِشَاءَ أَحْيَاناً وَأَحْيَاناً إذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجَّلَ . وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَئُوا أَخَّرَ , وَالصُّبْحُ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّيهَا بِغَلَسٍ».
Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah shalat zhuhur di pertengahan siang ketika hari sangat panas, dan asar ketika matahari masih bersih, dan maghrib ketika matahari telah terbenam, dan isya kadang beliau mengakhirkannya dan kadang beliau menyegerakannya. Jika beliau melihat para shahabat telah berkumpul, maka beliau menyegerakannya dan jika beliau melihat para shahabat kurang bergegas mendatanginya, maka beliau mengakhirkannya. Adapun shubuh, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam melakukannya ketika pagi masih gelap gulita.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

 
Hadits Keempat Puluh Tujuh
عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ سَيَّارِ بْنِ سَلامَةَ قَالَ : « دَخَلْتُ أَنَا وَأَبِي عَلَى أَبِي بَرْزَةَ الأَسْلَمِيِّ , فَقَالَ لَهُ أَبِي : كَيْفَ كَانَ  يُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ ؟ فَقَالَ : كَانَ يُصَلِّيrالنَّبِيُّ  الْهَجِيرَ – الَّتِي تَدْعُونَهَا  الأُولَى – حِينَ تَدْحَضُ الشَّمْسُ , وَيُصَلِّي الْعَصْرَ , ثُمَّ يَرْجِعُ أَحَدُنَا إلَى رَحْلِهِ فِي أَقْصَى الْمَدِينَةِ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ . وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ . وَكَانَ يُسْتَحَبُّ أَنْ يُؤَخِّرَ مِنْ الْعِشَاءِ الَّتِي تَدْعُونَهَا الْعَتَمَةَ . وَكَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَهَا , وَالْحَدِيثُ بَعْدَهَا . وَكَانَ يَنْفَتِلُ مِنْ صَلاةِ الْغَدَاةِ حِينَ يَعْرِفُ الرَّجُلَ جَلِيسَهُ . وَكَانَ يَقْرَأُ بِالسِّتِّينَ إلَى الْمِائَةِ ».
Dari Abu al-Minhal Sayyar bin Salamah, ia berkata: “Aku dan bapakku datang menemui Abu Barzah al-Aslami. Lalu bapakku berkata kepadanya, “Bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat yang diwajibkan?” Abu Barzah menjawab, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat zhuhur yang kalian sebut sebagai shalat pertama, saat matahari telah tergelincir, shalat asar ketika salah seorang dari kami kembali dengan kendaraannya di ujung kota, sementara matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dibaca beliau saat shalat maghrib. Beliau lebih suka mengakhirkan shalat isya yang kalian sebut dengan ‘Athamah, dan beliau tidak suka tidur sebelum shalat isya dan berbincang-bincang sesudahnya. Dan beliau melaksanakan shalat shubuh ketika seseorang dapat mengetahui siapa yang ada di sebelahnya, beliau membaca enam puluh hingga seratus ayat.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Faedah yang terdapat dalam hadits:
1.      Pada dua hadits diatas menjelaskan waktu pelaksanaan shalat lima waktu; zhuhur, asar, maghrib, isya dan shubuh.
Allah Ta’ala telah memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan shalat pada waktunya;
{إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا}
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [QS. An-Nisaa:103]
2.      Dikatakan sebagai shalat yang pertama, karena Jibril ketika datang mengajari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam waktu-waktu shalat dimulai dari shalat zhuhur terlebih dahulu.
3.      Pelaksanaan shalat zhuhur adalah berawal ketika matahari telah tergelincir (waktu zawal) dan berakhir sampai bayangan benda sepanjang aslinya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah Ta’ala:
{أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ}
"Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir”. [QS. Al-Israa:78]


Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ»
Waktu zhuhur adalah jika matahari telah tergelincir dan (berakhir ketika) bayangan seseorang seperti tingginya (setinggi badannya).” [HR. Muslim dari shahabat Abdullah bin Amr]
Masalah: Bagaimana kita mengetahui waktu zawal, yakni matahari telah tergelincir?
1.      Ambil tongkat berukuran 1 meter, kemudian tancapkan secara tegak lurus dengan bumi.
2.      Buatlah lingkaran-lingkaran mengelilinginya dengan tongkat tersebut. Usahakan selisih diameter antara lingkaran tidak terlalu lebar, hal ini agar menghasilkan perhitungan yang teliti.
3.      Kalau seandainya adzan zhuhur dikumandangkan di masjid-masjid pada jam 12:30, maka coba kamu mulai perhatikan bayangan tongkat tersebut sejak pukul 12:00. Setelah itu kamu akan dapatkan bayangan tongkat tersebut setiap menitnya akan berkurang atau memendek panjangnya. Pada pukul 12.15 kamu akan mendapatkan panjang bayangan telah berkurang atau memendek dari aslinya. Terus amati bayangan tongkat tersebut, dan apabila kamu melihat pada bayangan tongkat tersebut berhenti berkurang beberapa saat, maka kamu beri tanda pada titik dimana dia berhenti sebagai tanda titik jenuh (titik dimana bayangan tidak memendek dan tidak memanjang), hal ini diistilahkan dengan Fai’ Zawal. Kemudian jika pada pukul 12.30 bayangan tongkat tersebut mulai bertambah panjang walaupun cuma beberapa senti saja, maka hal itu menandakan bahwa waktu zhuhur telah masuk.
4.       Waktu shalat zhuhur berakhir ketika panjang bayangan sama panjang dengan tongkat ditambah dengan Fai’ Zawal.
Catatan: waktu Fai’ Zawal adalah waktu karahah, yakni waktu dilarang padanya mengerjakan shalat sunnah mutlak (yang tidak terkait dengan sebab atau waktu).
5.      Pelaksanaan shalat asar dimulai saat berakhirnya waktu zhuhur sebagaimana ditunjukkan dalam hadits diatas;
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ، مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ
Waktu zhuhur adalah jika matahari telah tergelincir dan (berakhir ketika) bayangan seseorang seperti tingginya, selama belum tiba waktu shalat asar.” [HR. Muslim]
Waktu asar berakhir ketika matahari telah menguning, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits diatas;
«وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ»
Dan waktu shalat asar selama matahari belum menguning.” [HR. Muslim dari shahabat Abdullah bin Amr]
Waktu asar memiliki waktu darurat, yakni sampai matahari terbenam. Sebagaimana hal ini ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alihi wasallam bersabda;
وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ العَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَقَدْ أَدْرَكَ العَصْرَ
Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat asar sebelum matahari terbenam, maka telah dianggap mendapatkan shalat asar.” [Muttafaqun ‘alaihi]
6.      Pelaksanaan shalat maghrib dimulai saat matahari telah terbenam berdasarkan hadits Jabir diatas. Adapun berakhirnya adalah ketika mega merah di langit telah menghilang. Hal ini sebagaimana ditunjukkan dalam hadits
«وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ»
“Dan waktu shalat maghrib hingga syafaq (mega merah) menghilang.” [HR. Muslim dari shahabat Abdullah bin Amr]
Wallahu a'lam.
Bersambung in Syaa Allah…
------------------------
Disusun oleh Abu 'Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 5 Muharam 1437/ 18 Oktober 2015_di kota Ambon Manise.