FAIDAH-FAIDAH FIQHIYAH DARI KITAB UMDATUL AHKAM (HADITS KE TUJUH)


 عَنْ حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِوَضُوءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ مِنْ إِنَائِهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الْوَضُوءِ ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا وَيَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ غَسَلَ كُلَّ رِجْلٍ ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا وَقَالَ « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ».


“Dari Humran mantan budak ‘Utsman bin ‘Affan, bahwa ia melihat ‘Utsman bin ‘Affan minta untuk diambilkan air wudhu.Ia lalu menuang bejana itu pada kedua tangannya, lalu ia basuh kedua tangannya tersebut hingga tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhunya, kemudian berkumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya. Kemudian membasuh mukanya tiga kali, membasuh kedua lengannya hingga siku tiga kali, mengusap kepalanya lalu membasuh setiap kakinya tiga kali. Setelah itu ia berkata, “Aku telah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu seperti wudhuku ini, beliau lalu bersabda: “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian dia shalat dua rakaat dan khusyu padanya, maka Allah mengampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al Bukhary dan Muslim]

Faedah yang terdapat dalam Hadits :

1.      Disunnahkan untuk membasuh kedua telapak tangan diawal wudhu dan juga sebelum memasukannya kedalam bejana. Para ulama sepakat bahwa membasuh telapak tangan diawal wudhu mustahab  (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al Imam An Nawawy. [Syarah Shahih Muslim: 3/105].

Catatan:
Telah lewat pada hadits keempat, bahwa hukum mencuci telapak tangan setelah bangun tidur malam adalah wajib. Sehingga apabila seseorang bangun tidur malam, kemudian ingin berwudhu maka wajib bagi dia mencuci telapak tangannya diawal wudhu. Namun jika dia tidak dalam keadaan bangun tidur malam maka mencuci telapak tangan diawal wudhu adalah mustahab.
2.      Bagian-bagian anggota wudhu yang wajib adalah:
  1. Membasuh muka.
  2. membasuh kedua lengannya hingga siku.
  3. Mengusap kepala.
  4. Membasuh kedua kaki.
Allah ta’ala berfirman:

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فاغْسِلُواْ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُواْ بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَينِ }
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” [Al Maidah:6]
Empat kewajiban diatas telah diijma’kan para ulama, sebagaimana dikatakan oleh Imam An Nawawy, Ibnu Abdul Bar, Ibnu Qudamah dan yang lainnya.
Catatan:
Adapun permasalahan hukum berkumur-kumur, istinsyaq (menghirup air dengan kedua lubang hidungnya) dan istintsar (mengeluarkan air yang telah dihirup) telah lewat permasalahan ini pada hadits keempat, alhamdulillah. Silahkan dilihat kembali !

3.  Membasuh anggota wudhu secara tertib adalah wajib, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa tertib dalam membasuh anggota wudhu, tidak pernah ternukilkan dari beliau bewudhu dengan cara terbalik yaitu mendahulukan kaki, kemudian mengusap kepala dan seterusnya. Hal ini dikuatkan pula dengan ayat wudhu dan hadits diatas, yaitu mencuci telapak tangan lebih dahulu, kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq serta isntistar, kemudian membasuh muka, kemudian membasuh tangan sampai siku, kemudian mengusap kepala dan terakhir membasuh kaki sampai mata kaki. Ini adalah pendapat Al Imam Asy Syafi’i, Abu ‘Ubaid, Abu Tsaur dan yang lainnya.

Sebagian ulama seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan yang lainnya berpendapat mustahab, namun semua dalil-dalil yang mereka pakai semuanya lemah. Sehingga pendapat yang kuat dari sisi dalil-dalinya adalah pendapat yang mengatakan wajib. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Qayyim, Ash Shan’any, Asy Syaukany, Syaikh Al ‘Utsaimin, Syaikh Muqbil dan Syaikhuna Abdurrahman Al ‘Adeny.

4.   Batas wajib dalam membasuh anggota wudhu adalah satu kali. Adapun membasuh dua atau tiga kali adalah mustahab.
Imam Nawawy berkata: Para ulama sepakat bahwa yang wajib (dalam membasuh anggota wudhu) adalah satu kali. [Syarh Al Muhadzab:1/437].
Dalil dalam permasalahan ini adalah hadits Ibnu ‘Abbas:

أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَأَّ مَرَّةً مَرَّةً

“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berwudhu’ sekali sekali (pada setiap anggota wudhu).” [HR. Al Bukhary]
Masalah: Bolehkan kita membasuh sebagian anggota wudhu sekali dan sebagian yang lainnya dua atau tiga kali?
Ibnu Qudamah berkata: Jika membasuh sebagian anggota wudhu sekali dan sebagian yang lainnya lebih dari sekali maka hal ini dibolehkan, karena apabila boleh dilakukan pada semua anggota wudhu, maka boleh pula dilakukan pada sebagiannya. Dalam hadits Abdullah bin Zaid (yang akan datang) bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membasuh muka tiga kali, kemudian membasuh tangannya dua kali dan mengusap kepalanya sekali. [Muttafaq 'alaih]. [Al Mughni: 1/194]

Masalah :
Bolehkan seseorang membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali?
Berkata Imam An Nawawy: “Apabila lebih dari tiga kali maka dia telah melakukan perbuatan yang makruh, dan wudhunya tidak batal. Ini adalah madzhab kami, dan madzhabnya seluruh para ulama.” [Syarh Al Muhadzab: 1/440]
Adapun Imam Ahmad dan Ishaq berpendapat hal tersebut haram dilakukan dan termasuk perbuatan bid’ah. Dalil mereka:

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُهُ عَنْ الْوُضُوءِ فَأَرَاهُ الْوُضُوءَ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ قَالَ: « هَكَذَا الْوُضُوءُ فَمَنْ زَادَ عَلَى هَذَا فَقَدْ أَسَاءَ وَتَعَدَّى وَظَلَمَ ».

“Dari Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata; “Seorang Badui datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya perihal wudhu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperlihatkan kepadanya cara berwudlu yang semuanya tiga kali – tiga kali. Kemudian Beliau bersabda, ‘Beginilah cara berwudhu’.”Barang siapa menambah lebih dari ini, dia telah berbuat kejelekan dan melampaui batas, serta berbuat dzalim’.” [HR. Ahmad, An Nasa'i dan Ibnu Majah, dishahihkan Syaikh Al Albany dalam Ash Shahihah no 2980]

Dalam hadits ‘Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa melakukan suatu amalan yg tidak pernah kami tuntunkan maka amalannya tertolak.” [HR. Muslim]
Sebagian ulama yang bermadzhab syafi’iyah berpendapat bahwa wudhunya batal jika lebih dari tiga  kali.
5.    Disunnahkan mendahulukan anggota wudhu sebelah kanan. Dan akan kita bahas lebih lanjut pada hadits kesembilan insya Allah.
6.     Disunnahkan menunaikan shalat dua rakaat setiap selesai wudhu.
7.    Keutaaman shalat selesai wudhu, yaitu Allah mengampuni dosanya yang telah lalu. Namun keutamaan ini dicapai dengan tiga syarat :

  1. Berwudhu sesuai dengan apa yang dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
  2. Sholat dua rakaat atau lebih, sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Abu Hurairah:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ: « يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ »، قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ.

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga”. Bilal berkata; “Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku bersuci (berwudhu’) pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku selalu shalat dengan wudhu’ tersebut disamping shalat wajib”. [HR. Al Bukhary]
  1. Khusyu dan menghadirkan dirinya dihadapan Allah ta’ala dalam shalatnya.

Catatan:
Barangsiapa shalatnya hanya satu rakaat saja, maka dia tidak mendapatkan keutamaan ini.
8.     Dosa yang diampuni dengan shalat ini adalah dosa-doosa kecil saja. Ini adalah pendapat jumhur ulama. Dalil menunjukan hal ini adalah hadits Abu Hurairah:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: « الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat lima waktu dan shalat Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadlan ke Ramadlan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar.” [HR. Muslim]
Catatan:
Adapun dosa-dosa besar maka dibutuhkan dengan taubat nashuha.

{ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ يَوْمَ لَا يُخْزِي اللَّهُ النَّبِيَّ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ نُورُهُمْ يَسْعَى بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ }

“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mu’min yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [QS. At Tahrim: 8]
Pembahasan tentang sifat wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan kita lengkapi insya Allah ta’ala pada hadits kedelapan.

Wallohu a’lam wal muwaffiq ila ash showab.

[ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_23 Muharram 1435/27 Nov 2013_di darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah]