FAEDAH-FAEDAH
FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM
Hadits
Ketiga Puluh Dua
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ – رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا – زَوْجِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَتْ «جَاءَتْ
أُمُّ سُلَيْمٍ امْرَأَةُ أَبِي طَلْحَةَ – إلَى رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَقَالَتْ: يَا. رَسُولَ اللَّهِ، إنَّ اللَّهَ لَا
يَسْتَحْيِي مِنْ الْحَقِّ، فَهَلْ عَلَى الْمَرْأَةِ مِنْ غُسْلٍ إذَا هِيَ
احْتَلَمَتْ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:
نَعَمْ، إذَا رَأَتْ الْمَاءَ«
Faedah yang terdapat dalam
hadits:
1.
Wanita mengalami ihtilam
(mimpi basah) sebagaimana dialami laki-laki.
2.
Orang yang ihtilam terbagi
menjadi empat keadaan;
a.
Dia ingat dirinya ihtilam
dan ketika bangun tidur melihat tanda basah air mani, maka pada keadaan ini
wajib baginya mandi janabah.
b.
Dia ingat dirinya ihtilam,
namun tatkala bangun tidur tidak melihat tanda basah air mani pada pakaiannya,
maka pada keadaan ini tidak wajib baginya mandi janabah.
c.
Dia tidak ingat dirinya
ihtilam, akan tetapi ketika bangun tidur dia melihat tanda basah air mani, maka
pada keadaan ini wajib baginya mandi janabah.
Ketiga
gambaran atau keadaan diatas telah disepakati oleh para ulama hukumnya. Dalil
ketiga hal tersebut diatas hadits Ummu Salamah, bahwa yang menjadi tinjauan
adalah ada atau tidaknya bekas air mani.
d.
Ketika bangun tidur dia
mendapatkan tanda basah pada pakaiannya, namun dia tidak tahu apakah basah
tersebut karena air mani atau air kencing?!
·
Pada keadaan ini, langkah
pertama yang harus dia tempuh adalah beramal dengan dugaan yang mendominasi.
Jika dugaan yang mendominan bahwa tanda basah itu karena air mani maka wajib
baginya mandi janabah. Dan jika sebaliknya, dugaan dia cenderung bahwa tanda
basah itu air kencing atau air madzi maka tidak wajib baginya mandi janabah.
·
Langkah selanjutnya bagi
orang yang masih ragu dan tidak memiliki dugaan yang mendoninan, apakah ini
karena air mani atau air kencing, maka pada keadaan dia ini, pendapat yang kuat
dan terpilih adalah tidak wajib bagi dia mandi, berdasarkan kaedah hukum asal,
bahwa hukum asalnya dia tidak ihtilam. Ini adalah pendapat Jumhur ulama dan
dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syaikh Bin Baz, Syaikh Al
‘Utsaimin_rahimahumullah serta Syaikhuna Abdurahman Al ‘Adeni_hafizhahullah.
·
Namun kalau dia ingin mandi
janabah untuk kehati-hatian maka tidak mengapa.
3. Perbedaan air mani laki-laki dan air mani perempuan:
Diriwayatkan
dalam riwayat Muslim, dari hadits Ummu Salamah juga, Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
»إِنَّ مَاءَ الرَّجُلِ غَلِيظٌ أَبْيَضُ،
وَمَاءَ الْمَرْأَةِ رَقِيقٌ أَصْفَرُ، فَمِنْ أَيِّهِمَا عَلَا، أَوْ سَبَقَ،
يَكُونُ مِنْهُ الشَّبَهُ«
“Ketahuilah
bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu
encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih
mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya.” [HR. Muslim]
Masalah:
Apabila
wanita telah mandi, kemudian tiba-tiba air maninya keluar kembali:
Pendapat
yang kuat dan terpilih dalam masalah ini adalah wajib baginya mandi janabah
kembali. Ini adalah pendapat Asy Syafi’iyah, Azh Zhahiriyah dan Laits. Pendapat
ini dipilih oleh Ibnu Qudamah, As Sa’di dan juga Syaikhuna Abdurahman Al
‘Adeni_hafizhahullah.
·
Dalil mereka keumuman
firman Allah Ta’ala:
{وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا}
“dan
jika kamu junub maka mandilah.” [QS. Al Maa'idah: 6]
·
Dan juga hadits Abu Sa’id
Al Khudri_radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
«إِنَّمَا الْمَاءُ مِنَ
الْمَاءِ»
“Air
(mandi wajib) itu disebabkan karena (keluarnya) air mani’.” [HR. Al Bukhari -
Muslim]
Masalah:
Apabila
wanita telah mandi janabah, kemudian ketika selesai mandi tiba-tiba keluar air
mani suaminya dari kemaluannya, apakah wajib bagi dia mandi kembali?
Pendapat
yang kuat dan terpilih dalam masalah ini, hanya wajib berwudhu saja, hukumnya
seperti air kencing dan yang lainnya yang keluar dari kemaluan. Ini adalah
pendapat Junhur ulama dan dipilih oleh Syaikhuna Abdurahman Al
‘Adeni_hafizhahullah.
4. Rasa malu, tidak sepantasnya hal tersebut menghalangi seseorang
dari menuntut ilmu.
·
Berkata
‘Aisyah_radhiyallahu ‘anha:
«نِعْمَ النِّسَاءُ نِسَاءُ
الأَنْصَارِ لَمْ يَمْنَعْهُنَّ الحَيَاءُ أَنْ يَتَفَقَّهْنَ فِي الدِّينِ»
“Sebaik-baik
wanita adalah wanita Anshar yang rasa malu tidak menghalangi mereka untuk
mendalami masalah agamanya.” [Muttaqun 'alaihi]
·
Berkata Al
Mujahid_rahimahullah
”لَا يَنَالُ الْعِلْمَ مُسْتَحْيٍ
وَلَا مُسْتَكْبِرٌ“
“Tidaklah
akan memperoleh ilmu, bagi orang yang pemalu dan juga orang yang sombong”
·
Berkata Al
Hasan_rahimahullah:
“فَإِنَّهُ مَنْ رَقَّ
وَجْهُهُ رَقَّ عِلْمُهُ”
“Sesungguhnya
barangsiapa yang tipis mukanya (pemalu) maka akan tipis pula ilmunya.”
5. Disyariatkan atas kita untuk bertanya tentang perkara-perkara
yang dibutuhkan dalam agamanya. Allah Ta’ala berfirman:
{فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ
إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
“Maka
bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
[QS. An Nahl: 43]
Wallahul muwaffiq ilash shawab
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_5
Rajab 1435/ 4 Mei 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah]
FORUM KIS