BAB TAYAMMUM
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ
حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - »أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَأَى رَجُلًا مُعْتَزِلًا، لَمْ
يُصَلِّ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا فُلَانُ، مَا
مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّيَ فِي الْقَوْمِ؟ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَصَابَتْنِي جَنَابَةٌ، وَلَا مَاءَ، فَقَالَ: عَلَيْك
بِالصَّعِيدِ، فَإِنَّهُ يَكْفِيَكَ. «
"Dari 'Imran bin Hushain radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang menyendiri dan tidak
ikut shalat bersama orang-orang, beliau lalu bertanya: "Wahai fulan, apa
yang menghalangi kamu untuk shalat bersama orang-orang?" Maka orang itu
menjawab: "Wahai Rasulullah, aku mengalami junub dan tidak ada air."
Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wajib bagi kamu menggunakan
tanah dan itu sudah cukup buatmu." [HR. Al Bukhari]
Faedah
yang terdapat dalam hadits:
1. Tayammum
dapat menggantikan kedudukan mandi janabah. Barangsiapa yang tertimpa janabah
dan dia tidak mendapatkan air untuk mandi, maka cukup bagi dia bersuci dengan bertayammum.
Ini adalah pendapat seluruh para ulama secara umum, baik dari kalangan para
Shahabat, at-Tabi'in dan para ulama yang datang setelahnya, kecuali Umar Ibnul
Khaththab, Ibnu Mas'ud dan Ibrahim An-Nakha'i, mereka melarang bertayammum.
·
Pendapat yang benar adalah tayammum disyariatkan, baik
bersuci dari hadats besar, seperti haid, nifas, jimak dan mimpi basah maupun
hadats kecil. Dalil permasalahan ini adalah Firman Allah Ta'ala;
}وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ{
"Apabila
kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian
datang dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian
menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan
tanah/ debu yang
baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian." [QS.
Al-Maidah:6]
·
Dan juga hadits 'Imran bin Husain diatas dan hadits 'Ammar
bin Yasir yang akan datang.
2. Kapan
disyariatkan tayammum?
a.
Ketika tidak mendapatkan air setelah berusaha mencarinya.
Allah Ta'ala berfirman:
{فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ}
"Sedangkan
kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah/ debu yang baik (suci),
(dengan cara)
usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian." [QS. Al-Maidah:6]
b.
Ketika takut atau
kuatir kehausan dalam perjalanan jika menggunakan air yang ia bawa, maka boleh
baginya bertayammum.
Berkata Ibnul Mundzir
rahimahullah: "Telah sepakat para ulama yang saya ketahui, bahwa seorang
musafir apabila membawa air, sedangkan dia kuatir kehausan, maka biarkan air
tersebut tetap bersamanya dan ia bertayammum.
Masalah:
Apabila mendapatkan air,
namun harus membelinya dengan harga yang mahal.
Berkata Asy-Syaikah
al-Utsaimin rahimahullah: Yang benar (dalam masalah ini) adalah apabila dia
mendapatkan air dengan cara membeli, sedangkan dia mampu untuk membelinya, maka
wajib baginya untuk membeli air tersebut. Dalil yang menunjukan hal ini adalah
firman Allah Ta'ala:
{فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً}
"Sedangkan
kalian tidak mendapatkan air." [QS. Al-Maidah:6]
Allah mempersyaratkan
(bolehnya) tayammum ketika tidak mendapatkan air, sedangkan disini air ada dan
tidak ada madarat baginya jika dia membelinya karena dia memiliki kemampuan.
[Asy-Syarahul Mumthi' 1/318]
Catatan:
Apabila dia mendapatkan air,
namun dengan cara membeli, sedangkan dia tidak mampu membelinya, dalam hal ini
maka dia dikatagorikan sebagai orang yang tidak mendapatkan air, sehingga boleh
baginya bertayammum.
c.
Ketika kuatir akan bermadarat pada dirinya, yaitu sakitnya
bertambah parah atau jatuh kepada kebinasaan jika menggunakan air, maka boleh
baginya bertayamum. Dalilnya adalah;
}وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ
فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ
مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ
وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ{
“Apabila
kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian
datang dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian
menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan
tanah/ debu yang
baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian. Allah tidak
menginginkan untuk menjadikan keberatan atas kalian di dalam menjalankan syariat Agama ini,
akan tetapi Allah ingin
mensucikan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan begitu kalian
mau bersyukur.” [Al-Maidah: 6]
{وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ}
"dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." [QS.
Al-Baqarah:195]
عَنْ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ
فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السُّلَاسِلِ فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ، ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي
الصُّبْحَ فَذَكَرُوا ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: «يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ
بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟» فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي
مَنَعَنِي مِنَ الِاغْتِسَالِ وَقُلْتُ إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ: {وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا} [النساء: 29] فَضَحِكَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا
"Dari
Amru bin Al-'Ash dia berkata; Saya pernah bermimpi basah pada suatu malam yang sangat dingin
sekali ketika perang Dzatus
Salasil, sehingga saya takut akan binasa jika saya mandi. Lalu saya pun bertayammum kemudian
shalat Shubuh dengan para sahabatku. Lalu hal itu mereka laporkan kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam, maka beliau
bersabda: "Wahai Amru, engkau shalat bersama para sahabatmu dalam keadaan junub?"
Maka saya katakan kapada beliau tentang apa yang menghalangiku untuk mandi dan saya
katakan; Sesungguhnya saya pernah mendengar Allah berfirman: 'Dan janganlah kalian
membunuh diri-diri kalian,
sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian. ' [QS. ANnisa'; 29], Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam tertawa dan tidak mengatakan apa-apa. [HR. Abu Dawud, dishahihkan
Asy-Syaikh Al-Albani]
Peringatan:
Jika dia takut dingin karena air dan ia mampu memanaskan air untuk berwudhu atau mandi, maka wajib baginya memanaskan air tersebut.
Jika dia takut dingin karena air dan ia mampu memanaskan air untuk berwudhu atau mandi, maka wajib baginya memanaskan air tersebut.
3. Para
ulama sepakat bahwa tayammum disyariatkan untuk para musafir, adapun terkait
dengan orang yang mukim maka terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama.
Pendapat yang kuat adalah tayammum disyariatkan pula untuk orang yang mukim
dengan keumuman dalil. Ini adalah pendapat Jumhur ulama. Wallahul muwaffiq
ilash shawab
(Ditulis
oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy di Darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah)