بسم الله الرحمن
الرحيم
عَنْ أمِيرِ المُؤْمِنِينَ أبي حَفْصِ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
– صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ «إنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ»
وَفِي رِوَايَةٍ: «بِالنِّيَّةِ» وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ
هِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ
كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ
إلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ»
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar
bin Al Khotthob radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah
Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya.Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas)
berdasarkan apa yang dia niatkan.Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan
keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan
Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau
karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana)
yang dia niatkan.” [HR. Al Bukhari dan Muslim]
Faedah yang terdapat dalam Hadits:
Faedah yang terdapat dalam Hadits:
1. Niat merupakan
syarat diterima atau tidaknya suatu amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan
mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
Alloh berfirman:
Alloh berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
“Padahal mereka tidak
diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agama yang lurus.” [QS. Al Bayyinah].
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا
صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Rabbnya.”
[QS. Al Kahfi:110]
Dari dua ayat diatas memberikan faedah bahwa amalan yang diterima oleh Alloh adalah amalan yang diniatkan ikhlas karena Allah dan mencocoki petunjuk atau sunnah Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam.
2.
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal
ibadah dan tempatnya di hati. Melafadzkan niat dalam ibadah termasuk bid’ah
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam maupun
para shahabatnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam, Ibnul Qoyyim
dan juga Ibnu Rajab rahimahumullah.
3.
Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala
berdasarkan kadar niatnya.
Alloh berfirman:
Alloh berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا
مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا
مَدْحُورًا (18) وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا (19)
“Barangsiapa menghendaki kehidupan
sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami
kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka
jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik.” [QS. Al Isra: 18-19]
4. Semua perbuatan
yang bermanfaat dan mubah jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah
maka dia akan bernilai ibadah. Seperti makan dan minum, bila ketika akan makan
atau minum, dia niatkan agar bisa kuat dalam beribadah, maka makan dan minumnya
akan bernilai ibadah. Demikian juga mandi, tidur, dan berpakaian, adalah
perkara yang mubah, jika dia niatkan itu semua untuk beribadah kepada Allah
maka hal yang mubah tersebut bernilai ibadah disisi Allah.
5. Yang membedakan
antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat. Zaid mandi dengan
niat agar bisa segar dan semangat ketika sholat atau berpuasa, sedangkan Yazid
mandi dengan niat sekedar menyegarkan badan saja. Amalan mereka sama, namun
niat yang membedakannnya. Mandinya Zaid bernilai ibadah sedangkan mandinya
Yazid tidak dinilai sebagai ibadah disisi Allah.
Hamid menahan makan dan minum dengan niat untuk puasa sunnah, sedangkan Yahya menahan makan dan minum dengan niat karena dia akan melakukan operasi atau ingin diet. Sekali lagi disini, amalan mereka sama, namun niat yang membedakannnya. Amalan Hamid dinilai sebagai ibadah sedangkan amalan Yahya tidak dinilai sebagai ibadah disisi Allah.
Hamid menahan makan dan minum dengan niat untuk puasa sunnah, sedangkan Yahya menahan makan dan minum dengan niat karena dia akan melakukan operasi atau ingin diet. Sekali lagi disini, amalan mereka sama, namun niat yang membedakannnya. Amalan Hamid dinilai sebagai ibadah sedangkan amalan Yahya tidak dinilai sebagai ibadah disisi Allah.
6. Wajib bagi kita
untuk perhatian dengan amalan hati dan waspada dari penyakit-penyakit hati
seperti riya, dengki, hasad dan yang lainnya. Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللهَ
لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat
kepada wajah dan harta kalian, akan tetapi Allah hanyalah melihat kepada Hati
dan Amalan kalian.” [HR. Muslim dari Abu Hurairoh]
Insya Allah dengan memohon pertolongan Allah ta’ala, kami akan memberikan sedikit faedah-faedah fiqhiyah dari hadits-hadits yang terdapat didalam kitab ‘Umdatul Ahkam karya Al Hafidz Abdul Ghani Al Maqdisy rahimahullah ta’ala. Dan kami juga memohon kepada Allah untuk diberikan keikhlasan hati, istiqomah dan kesabaran dalam menulis faedah-faedah dari kitab tersebut.
Tentunya sebagaimana yang telah dimaklumi, bahwa manusia memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, sehingga nasehat dan teguran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga tulisan yang sederhana ini bisa memberikan manfaat untuk saudara-saudara kami. Alhamdulillah.
Wallohu ‘alam bishshowab.
Ditulis oleh Abu ‘Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_04 Muharam 1435/07 Nov 2013_di darul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah