FAEDAH-FAEDAH
FIQHIYAH DARI KITAB ‘UMDATUL AHKAM (Hadits Kedua Puluh Delapan)
BAB
MANDI JANABAH
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ – «أَنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَقِيَهُ فِي
بَعْضِ طُرُقِ الْمَدِينَةِ، وَهُوَ جُنُبٌ، قَالَ: فَانْخَنَسْتُ مِنْهُ،
فَذَهَبْتُ فَاغْتَسَلْتُ، ثُمَّ جِئْتُ، فَقَالَ: أَيْنَ كُنْتَ يَا أَبَا
هُرَيْرَةَ؟ قَالَ: كُنْتُ جُنُبًا، فَكَرِهْتُ أَنْ أُجَالِسُكَ وَأَنَا عَلَى
غَيْرِ طَهَارَةٍ، فَقَالَ: سُبْحَانَ اللَّهِ، إنَّ الْمُسْلِمَ لَا يَنْجُسُ«
Faedah yang terdapat dalam
hadits:
1. Hadits ini menunjukan sucinya badan seorang muslim.
·
Berkata Al Imam An
Nawawi_rahimahullah: “Hadits ini merupakan asas yang agung yang menyatakan
sucinya badan seorang muslim, baik dalam kondisi hidup maupun sudah meninggal.
Adapun jika masih hidup maka dia suci dengan ijma’nya kaum muslimin, sedangkan
jika sudah meninggal maka pendapat yang rajih (jasadnya) tetap suci.” [Syarah
Muslim 4/66]
·
Pendapat yang dipilih Al
Imam An Nawawi adalah pendapat Jumhur ulama.
·
Diantara dalil yang
memperkuat pendapat jumhur adalah Atsar Ibnu ‘Abbas_radhiyallahu ‘anhuma, ia
berkata:
»المُسْلِمُ
لاَ يَنْجُسُ حَيًّا وَلاَ مَيِّتًا«
“Seorang
muslim (badannya) tidaklah najis, baik dalam keadaan hidup maupun sudah meninggal.”
[HR. Al Bukhari secara Mu'allaq]
·
Demikian pula Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk untuk memandikan
jenazah. Berkata Sa’ad bin Abi Waqasah: “Kalau seandainya (jasadnya) itu najis
maka niscaya aku tidak akan menyentuhnya.” [Fathul Bari: 3/127].
·
Adapun Abu Hanifah
berpendapat bahwa jasad orang muslim adalah najis. Ia berdalil dengan kisah
seorang budak yang jatuh kedalam sumur Zamzam, kemudian Ibnu Zubair dan Ibnu
‘Abbas memerintahkan untuk menguras sumur Zamzam.
·
Berkata Imam An Nawawi
tentang kisah ini: “Sesungguhnya apa yang mereka kisahkan ini batil tidak ada
asalnya.” [Al Majmu' 1/116]
Pendapat yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur
ulama. Ini adalah pendapat yang dipilih Al Imam Al Bukhari, Syaikhul Islam, Ibnul
Qayyim, Asy Syaukani, Syaikh Al ‘Utsaimin_rahimahumullah dan Syaikhuna
Abdurrahman Al ‘Adeni_hafizhahullah.
Masalah:
Hukum
badan orang kafir
Para
ulama berbeda pendapat dalam masalah ini;
·
Pendapat pertama,
menyatakan bahwa badannya najis, ini adalah pendapat Imam Malik dan Azh
Zhahiriyah, dan didukung oleh Ibnu Hazem. Dalil mereka:
a. Hadits Abu Hurairah_radhiyallahu ‘anhu diatas;
«إنَّ الْمُسْلِمَ لَا
يَنْجُسُ»
“Sesungguhnya
seorang Muslim itu tidak najis.”
Terpahami
dari hadits ini, bahwa kalau dia kafir maka badannya najis.
b. Firman Allah Ta’ala:
«إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ
نَجَسٌ»
“Sesungguhnya
orang-orang yang musyrik itu najis.” [At Taubah: 28]
·
Pendapat kedua, menyatakan
bahwa badannya suci, hukumnya seperti hukum badan seorang muslim, ini adalah
pendapat jumhur ulama. Dalil mereka:
a. Allah Ta’ala membolehkan seorang muslim untuk menikahi wanita
ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Suatu hal yang telah dimaklumi, bahwa jika
seorang muslim menikah dengannya, maka akan terjadi persentuhan tubuh
dengannya.
b. Demikian juga Allah Ta’ala membolehkan kita makan makanan Ahli
Kitab. Allah Ta’ala berfirman:
}الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ{…
“Pada
hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka.” [QS. Al Maidah:5]
c. Hadits ‘Imran bin Hushain, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para shahabatnya berwudhu dari bejananya seorang wanita musyrik.
[Muttafqun 'alaihi]
d. Hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengikat Tsumaamah bin Utsaal didalam masjid sebelum dia masuk islam. [HR. Al
Bukhari - Msulim]
e. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ali bin Abi
Tholib untuk mengubur jasad orang tuanya dan demikian pula pada perang Badr
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan para sahabat untuk menyeret
mayat-mayat orang-orang musyrikin dan dibunag di salah satu lembah lembah Badr.
Kalau seandainya najis, niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam akan
memerintahkan para shahabat untuk tidak menyentuh mayat-mayat mereka secara
langsung.
Pendapat
yang kuat dan terpilih adalah pendapat jumhur ulama. Pendapat ini dipilih
Syaikhul Islam, Asy Syaukani, Syaikh Al ‘Utsaimin dan yang
lainnya_rahimahumullah dan juga Syaikhuna Abdurrahman Al ‘Adeni_hafizhahullah.
Catatan:
Adapun
Firman Allah Ta’ala:
«إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ
نَجَسٌ»
“Sesungguhnya
orang-orang yang musyrik itu najis.” [At Taubah: 28]
·
Maksud najis dalam ayat ini
adalah najis secara maknawi, yaitu aqidahnya mereka busuk dan kotor.
·
Sucinya badan seorang
muslim, bukan berarti badannya tidak mungkin tertimpa najis. Karena meskipun
hukum asal badannya suci, namun apabila tertimpa najis maka wajib baginya
membersihkan najis yang menimpa badannya.
2. Boleh bagi seorang yang sedang junub untuk keluar rumah dan
mengakhirkan mandi janabah, namun dengan syarat jangan sampai melewati waktu
shalat.
Wallahul muwaffiq ilash shawab
[✏ ditulis oleh Abu 'Ubaidah Iqbal bin Damiri Al Jawy_28
Jumadal Ula 1435/ 29 Maret 2014_di Daarul Hadits Al Fiyusy_Harasahallah]
FORUM KIS