RINGKASAN SEPUTAR HUKUM UDHIYAH ATAU KURBAN (Bagian Kedua)



 HUKUM UDHIYAH.

Setelah para ulama sepakat atas disyariatkannya ibadah udhiyah ini, kemudian mereka berbeda pendapat dalam permasalahan hukumnya, apakah dia wajib ataukah mustahab (sunnah)? Melihat dari pemaparan masing-masing pendapat yang ada, maka pendapat yang kami anggap kuat dan terpilih adalah bahwa hukum udhiyah sunnah muakkadah (yang sangat dianjurkan). Hal dengan beberapa alasan;
1.       Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu;

«مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ، وَلَمْ يُضَحِّ، فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا»

"Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkurban) namun tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami." [HR. Ahmad dan Ibnu Majah]

Hadits diatas secara zhahir menunjukan kewajiban berkurban. Namun para ulama berselisih dalam menghukumi hadits ini, apakah dia marfu’ (sampai) kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ataukah mauquf (terhenti) pada Abu Hurairah. Para ulama ahlul hadits seperti; At-Tirmidzi, al-Baihaqi, ath-Thahawi, Ibnu Abdul Hadi dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari berpendapat bahwa hadits marfu’ lemah, yang benar hadits tersebut mauquf.


2.       Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ، وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ، فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
"Jika telah tiba sepuluh (awal dzul Hijjah) dan salah seorang dari kalian hendak berkurban, maka janganlah mencukur rambut atau memotong kuku sedikitpun." [HR. Muslim]

Dalam hadits ini menunjukan bahwa udhiyah diperuntukan bagi yang mau saja, sedangkan jika seseorang tidak akan berkurban maka tidaklah berdosa.

3.       Telah sah riwayat dengan sanad yang shahih dari Abu Bakr, Umar bin al-Khathab dan Abu Mas’ud al-Anshari radhiyallahu ‘anhum, bahwa mereka pernah meninggalkan ibadah udhiyah dalam keadaan mereka memiliki kemampuan. Hal ini mereka lakukan agar tidak dianggap oleh kaum muslimin bahwa udhiyah adalah merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan bagi yang mampu.
Tiga alasan inilah yang menguatkan bahwa hukum udhiyah atau berkurban adalah sunnah muakkadah (yang sangat dianjurkan). Ini adalah pendapat jumhur ulama. Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Qudamah, ash-Shan’ani, asy-Syaikh Bin Baz, al-Lajnah ad-Daimah.

HUKUM UDHIYAH BAGI YANG BERNADZAR.

Barangsiapa bernadzar melakukan udhiyah, maka wajib baginya menunaikan nadzarnya. Para ulama 4 madzhab sepakat dalam masalah ini.

KAPAN KAMBING, SAPI ATAU ONTA DINYATAKAN SEBAGAI HEWAN KURBAN?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini menjadi tiga pendapat;
Pendapat pertama: Ketika seseorang telah mengucapkan ‘ini hewan kurbanku’, maka dengan ini hewan tersebut harus dijadikan sebagai hewan kurban. Ini adalah pendapat Syafi’iyah dan Hanabilah. Pendapat ini dipilih asy-Syaikh al-‘Utsaimin.

Pendapat kedua: Ketika seseorang membelinya dengan niat akan dijadikan hewan kurban, maka hewan tersebut harus dijadikan hewan kurban. ini adalah pendapat Hanafiyah dan sebagian ulama Hanabilah. Pendapat ini dipilih Syaikhul Islam dan al-Lajnah ad-Daimah.

Pendapat ketiga: Tidaklah dinyatakan sebagai hewan kurban sampai dia menyembelihnya. Adapun sekedar membeli dengan niat akan berkurban atau ucapan, maka tidak mengharuskan untuknya menjadikan hewan tersebut sebagai hewan kurban. Ini adalah pendapat Malikiyah dan dipilih oleh asy-Syaukani.

Faedah dari permasalahan diatas adalah jika seseorang telah menentukan hewan kurbannya dengan ucapan atau membelinya dengan niat untuk udhiyah, maka hewan yang telah ditentukan tadi tidak boleh dimakan sebelum tiba waktu penyembelihannya, tidak boleh dijual, tidak boleh dijual susunya dan tidak boleh diganti dengan hewan yang lainnya kecuali jika diganti dengan yang lebih baik lagi.
Adapun menurut pendapat ketiga maka tidak mengapa jika semua itu dilakukan, karena tidak ada dalil yang mengharuskan demikian.

 Wallahu a’lam bish shawaab.

-----------------------------
Disusun oleh Abu 'Ubaidah bin Damiri al-Jawy, 1 Dzulhijjah 1436/ 15 September 2015_di kota Ambon Manise.